Rabu, 31 Oktober 2012

Korupsi dan Revolusi Industri Indonesia

Tak dapat dipungkiri, korupsi di Indonesia sebenarnya hanya sebuah modus, tema atau tata cara dari sebuah kolonialisme model baru. Maraknya korupsi di Indonesia karena diciptakan oleh sistem serta didukung aturan dan perundang-undangan (UU) yang dirombak pada awal reformasi dahulu. Ketika sistem yang kini berjalan justru mendorong perilaku koruptif, seperti otonomi daerah, multi partai, pemilu langsung, one man one vote, politik pencitraan dan lain-lainnya, maka seratus pun --- bahkan seribu lembaga seperti KPK tidak akan mampu membendung korupsi. GFI pada akhir 2011 menyatakan, bahwa dengan model demokrasi Indonesia saat ini yang berkuasa adalah kaum pemodal. Ya, korupsi di Indonesia sengaja diciptakan melalui sistem oleh kolonialisme global. Permasalahan bangsa ini ada di hulu (sistem), tetapi segenap komponen dan anak bangsa selama ini sepertinya “tertipu”, ya memang benar-benar tertipu! Karena malah memerangi persoalan-persoalan di hilir belaka. Oleh media, khususnya media mainstream perhatian publik sering digiring pada dinamika kasus-kasus, peristiwa fenomenal, unjuk rasa, pola pemberantasan, seminar atau debatisasi di berbagai media justru membuat “bingung” rakyat: mana yang salah dan siapa benar? Media terkesan menjadi sarana adu domba antar pakar dan segenap elit di negeri ini. Cermatan GFI, selain korupsi merupakan methode dari sebuah kolonialisme juga mampu menjadi infotaimen menarik berating tinggi di media, namun substansinya nihil dalam solusi berbangsa dan bernegara. Para tokoh, pakar dan pejabat-pejabat yang berkompeten terjebak dalam dialog-dialog emosi, saling memaki, mengelak atau menyebar fitnah kesana-kemari. Korupsi sebagai “alat menyerbu” Indonesia memang efektif, selain menyentuh sisi paling vital dalam kehidupan berbangsa yaitu mental, moral dan keuangan negara, juga tersirat ruh adu domba disana-sini. Inilah yang kini tengah berlangsung. Sebagai methode dari (sistem) kolonialisme gaya baru di tanah air, korupsi mutlak harus dikontra serentak, sistematis, dan dilakukan secara gegap gempita di berbagai lapisan masyarakat, bahkan pemerintah itu sendiri. Sejarah mengajarkan, bahwa kemajuan suatu negara diawali dari revolusi industri. Revolusi industri membuat negara terkapar namun rakyat diuntungkan pada satu sisi, sangat berbeda dengan korupsi, selain negara dan rakyat (terkapar) dirugikan, korupsi merupakan “cermin buruk” sekaligus potret memalukan sebuah bangsa di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Inti revolusi industri adalah kebebasan warga negara berekspresi memenuhi kebutuhan sedang peran negara bersifat melindungi, mengarahkan dan mengawasi. Selanjutnya setelah hasil dari dinamika warga tersebut diekspor baru negara mengenakan pajak atas hasil karyanya. Seperti di Cina, selain negara memberi modal dan fasilitas juga mencarikan pasar bagi komoditi yang dihasilkan oleh karya warganya. Sedangkan hakiki revolusi industri ialah menghindari jerat ketergantungan apapun! sekali lagi revolusi industri menghindari ketergantungan bidang apa saja dan dari negara mana saja, baik pangan, teknologi, energi dan lain-lain. Kita adalah bangsa besar dan maju cuma saat ini tengah terbelenggu oleh sistem ciptaan asing! Terimakasih Jakarta, 30 Agustus 2012

Jumat, 12 Oktober 2012

Read more: http://brilliandwi.blogspot.com/2012/06/cara-meletakkan-ikan-di-dalam-blog.html#ixzz291TorEbc

Rabu, 10 Oktober 2012

RAHASIA NEGARA DIKUASAI TETANGGA












JAKARTA – Ketidakmampuan Indonesia menguasai teknologi informasi (TI) membuat Indonesia rentan kebocoran rahasia negara. Apalagi, banyak operator seluler dan internet di Indonesia berpusat di Singapura dan Malaysia.


"Kita memang sudah ketinggalan dalam hal kemajuan dan penguasaan teknologi untuk berbagai aspek, utamanya di sektor TI. Kekhawatiran ini terus memuncak, apalagi banyak operator seluler dan internet kita memang dikendalikan dari dua negara itu," ujar anggota Komisi I DPR RI, Paskalis Kossay, tadi malam.


Mantan wakil ketua DPRD Papua ini juga mengakui, banyak pihak yang sepertinya belum menyadari urgennya menguasai TI, terutama terkait dengan urusan rahasia negara maupun bisnis bernilai miliaran dolar.


"Saya kaget juga dengan info dari sebuah diskusi di Jakarta, bahwa seorang pakar IT yang alumni sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia mengungkapkan bahwa RI benar-benar semakin didikte Singapura dan Malaysia dalam hal telekomunikasi di samping perbankan," ungkapnya.




Sebagaimana berkembang dalam diskusi terbatas itu, khusus dalam soal IT, Indonesia hanya jadi ladang empuk mengais dolar dan ringgit oleh dua negeri jiran tersebut. Ini karena semua operator seluler dan internet berbasis di dua negeri jiran ini.


Akibatnya, tiap "voucher" pulsa apa saja, juga setiap kali satu WNI buka internet (browse), langsung kena "charge" yang terhisap otomatis ke sana. "Artinya, mereka gemuk oleh kebodohan kita. Satu hal lagi, dengan keadaan seperti sekarang, maka informasi apa pun termasuk rahasia negara jadi telanjang di mata negeri 'peanut' Singapura," ujar Benni T.B.N., pakar IT yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.



Benny kemudian mengungkapkan pula, saat ini nyatanya lalu lintas jaring optik dikendalikan oleh "traffic administrator" di Singapura. "Karenanya semua jaringan internet dan seluler harus ditarik atau 'dipaksa' melewati 'persimpulan utama' di kota itu. Makanya, apalagi 'rahasia negara' yang tak mereka tahu? Sialnya lagi, satelit Indosat (dulu Palapa) jadi mayoritas milik Temasek (sebuah BUMN Singapura)," ungkapnya lagi.  


Akibatnya, lanjut dia, selain kita jadi seperti 'telanjang' dalam informasi apa pun, juga RI cuma berfungsi sebagai pelanggan seluler. "Posisi ini jauh di bawah fungsi distributor seluler. Jadi, kita cuma 'outlet', tukang jual produk IT mereka. Dan yang jelas, banyak perusahaan provider kita cuma nama doang perusahaannya itu milik RI dengan mayoritas saham dikuasai mereka," ujarnya.


Editor: ANGGRAINI LUBIS
(dat03/ann)